Memulai Usaha Peternakan Babi yan Ideal

Langkah pertama dalam memulai usaha peternakan babi adalah menentukan jenis produksi babi yang ingin kita jalankan, baik itu breeding, penggemukan, atau keduanya. Namun, untuk menentukan pilihan yang terbaik sesuai kemampuan kita, maka kita harus terlebih dahulu mempertimbangkan hal-hal berikut : 1.) jumlah modal, tenaga kerja, dan tanah yang tersedia artinya sumber daya apa yang sudah dimiliki/tersedia dan investasi apa yang masih diperlukan 2.) tingkat keterampilan manajemen dan pemasaran yang dibutuhkan artinya jenis karyawan yang perlu direkrut dan berapa banyak? 3.) implikasi sosial dan lingkungan yang terkait dengan pengelolaan pupuk kandang artinya apakah kita siap dalam pengolahan limbah, dimana  menyimpan, membuang limbah atau mengolah kotoran ternak?

Setelah mempertimbangkan 3 hal diatas, maka kita juga harus mengerti pilihan sistem produksi yang bisa kita jalankan dalam usaha peternakan babi. Ada tiga jenis sistem produksi babi yang bisa dilakukan yaitu farrow-to-finish, farrow-to-feeder, dan feeder-to-finish.

Farrow-to-Finish

Sistem ini melibatkan seluruh proses pemeliharaan dari awal sampai akhir karena mencakup breeding untuk proses pembiakan dan pembibitan induk babi, serta pemeliharaan anak babi sampai mereka mencapai berat pasar (di Indonesia sekitar 100kg). Seluruh periode produksi ini memerlukan waktu sekitar 10 bulan, dimana 4 bulan untuk pembibitan dan kebuntingan dan 6 bulan untuk pembesaran sampai panen. Jika kita memilih menjalankan sistem ini, maka diperlukan modal dan tenaga kerja paling banyak, serta membutuhkan komitmen jangka panjang untuk bisnis babi.

Farrow-to-Feeder

Sistem ini melibatkan proses pembiakan dan pembibitan induk babi, kemudian anak babi yang dihasilkan dijual ke peternak lain untuk dibesarkan sampai panen. Anak babi biasanya dijual setelah lepas sapih dengan berat sekitar 13 – 30kg. Dibandingkan dengan sistem farrow-to-finish, sistem ini mengurangi kebutuhan fasilitas, modal, jumlah pakan dan limbah/kotoran yang ditangani. Sistem ini juga memungkinkan peternak untuk memaksimalkan jumlah induk babi atau  memperluas usahanya menjadi farrow-to-finish dimasa depan.

Kelemahan dari sistem ini adalah produsen harus mengikuti kondisi pasar babi yang fluktuatif, terutama pelaku usaha skala kecil yang cinderung mengikuti harga pasar. Oleh karena itu, biasanya sistem kemitraan dikembangkan para pemodal dan bekerja sama dengan para peternak skala kecil yang kesulitan dalam pengadaan bibit yang berkualitas baik dengan sistem kontrak kerja sama yang saling menguntungkan. Peternak biasanya hanya menyediakan tempat, tenaga kerja dan fasilitasnya sedangkan bibit dan sapronak lainnya akan disuplai oleh perusahaan inti, termasuk penjualan babi saat panen tiba.

Feeder-to-Finish

Sistem ini adalah pilihan yang paling simpel dari semua pilihan sistem produksi peternakan babi. Jadi sistem ini hanya membeli sapihan dari produsen untuk digemukkan sampai berat panen. Anak babi berat sekitar 13-30kg dibeli dari peternak pembibitan. Pemeliharaan juga relatif lebih mudah karena umumnya anak babi yang dipilih sudah disiapkan kondisinya dengan baik, sudah diberikan vaksin komplit sehingga resiko kematian juga lebih minimal. Sistem ini memungkinkan investasi modal minimum, persyaratan tenaga kerja rendah, dan tidak ada komitmen jangka panjang.

Di level peternak kecil, kita bisa menjalankan usaha secara mandiri ataupun bergabung dalam sistem kemitraan. Hal yang perlu diperhatikan saat kita memutuskan untuk mandiri tentunya adalah kualitas bibit dari sumber yang terpercaya dan kualitas pakan karena hal ini akan berpengaruh terhadap kesehatan dan kualitas babi potong yang akan dihasilkan. Hindari membeli bibit dari peternakan yang belum teruji kualitasnya, dan sebisa mungkin berasal dari satu peternakan untuk mengurangi potensi masalah kesehatan karena tantangan penyakit dan status kesehatan dari satu produsen dan lainnya bisa berbeda.

Hal-hal yang harus diperhatikan untuk menjaga status kesehatan ternak babi kita antara lain  adalah membeli indukan/anak  babi dan bahan pakan dari sumber terpercaya serta terbukti bebas penyakit, menjaga fasilitas dalam kandang tetap bersih dengan sistem ventilasi yang memadai, menyusun program kesehatan (vaksinasi dan medikasi bersama dengan dokter hewan), menghindari kunjungan ke peternakan babi lain untuk mengurangi risiko penularan penyakit.

Praktek manajemen biosekuriti praktis diatas sangat penting untuk mengurangi resiko penularan penyakit.  Peternak umumnya mengabaikan hal-hal penting ini, padahal aset yang dipunyai jika terserang penyakit tentunya bukan keuntungan yang dihasilkan. Jangan sampai kita sudah membeli babi yang mahal tetapi lupa untuk “menjaga” status kesehatannya dengan mengabaikan biosekuriti, vaksinasi dan medikasi yang seharusnya dilakukan.

Setelah sistem produksi kita bisa memilah mana yang sesuai dengan kemampuan kita, lalu bagaimana dengan sistem perkandangannya? Disini kita akan coba membandingkan beberapa jenis kandang yang mungkin bisa menjadi bahan pertimbangan.

Free range

Sistem ini seperti halnya padang penggembalaan sapi, dimana tidak ada struktur bangunan, babi memanfaatkan padang rumput sebagai sumber pakan walaupun tidak seefisien ruminansia.

Keuntungan sistem penggembalaan terbuka ini adalah membuka peluang untuk kostumer yang concern dengan animal welfare karena harganya lebih mahal. Babi yang dipelihara akan mampu mengekspresikan dirinya seperti halnya babi hutan yang hidup di alam bebas. Babi dapat beraktivitas dengan leluasa dalam mencari makan.

Kekurangan dari sistem ini adalah perilaku rooting yang berlebihan dari babi yang dapat menyebabkan masalah erosi tanah, resiko lepas dan menjadi babi liar yang sulit dikendalikan, masalah parasit internal dapat menjadi parah pada sistem penggembalaan yang tidak dikelola dengan baik, babi yang didomestikasi kemungkinan akan menderita karena cuaca ekstrem, serta resiko kontak dengan hewan liar cukup tinggi. Selain itu, pengelolaan padang gembalaan membutuhkan banyak waktu dan komitmen untuk membuatnya berhasil.

Hoop Barns

Digunakan untuk kandang pembesaran babi hingga mencapai berat pasar. Ini adalah pilihan lain bagi produsen untuk digunakan sebagai fasilitas produksi babi dimana lebih biayanya relatif lebih rendah. Kandang ini bisa menggunakan lantai beton atau tanah, dengan penambahan tempat pakan dan air minum yang mudah dibersihkan. Kondisi atap bisa dimodifikasi sesuai dengan ketersediaan bahan.

Keuntungan dari kandang ini  adalah struktur jangka pendek yang dapat dilepas setelah digunakan atau yang dapat disesuaikan untuk penggunaan lain, biaya relatif rendah sehingga pilihan yang tepat bagi yang modalnya terbatas, cocok untuk kapasitas 150 – 200 ekor finisher, bisa untuk  memanfaatkan sisa jerami sebagai alas tidur ternak. Mungkin juga memenuhi syarat untuk beberapa pasar khusus dengan harga premium.

Kekurangan model ini adalah pengamatan kelompok besar relatif lebih sulit, pakan kurang efisien selama cuaca dingin, hewan liar beresiko sebagai vektor penularan penyakit.

Confinement Building

Sistem ini berupa bangunan tertutup, dimana hal ini memungkinkan produsen untuk mengontrol banyak aspek untuk membuat kondisi nyaman sesuai kebutuhan ternak. Kandang closed house ini dibangun dengan mempertimbangkan praktik biosekuriti dan fasilitas yang lengkap untuk mencegah penyakit. Umumnya kandang ini sudah melibatkan teknologi terbaru dan memiliki sistem pemantauan ketat untuk membantu produsen memantau kesehatan dan ransum pakan babi yang diberikan.

Keuntungan dari sistem ini adalah kontrol pasokan babi yang lebih ketat, bisa mempraktekkan batch management dan sistem all in all out,  mengurangi risiko serangan penyakit, sistem pemantauan yang lebih dekat dan detail. Sedangkan kekurangannya adalah memerlukan pengetahuan manajemen perkandangan tambahan untuk memantau dan merawat babi di dalamnya dan biaya jauh lebih mahal.

Bagaimana sistem perkandangan di Indonesia?

Di banyak negara tropis, populasi peternak skala menengah kecil cukup banyak. Di Indonesia, di beberapa wilayah bahkan masih kita bisa menjumpai ternak babi berkeliaran dengan bebas mencari makanan atau dibesarkan di halaman belakang rumah (backyard farm) di mana mereka bergantung pada limbah untuk pakan ternak mereka. Umumnya mereka memelihara babi sebagai sampingan dengan metode pemeliharaan yang sangat sederhana bahkan mungkin tidak mempraktekkan biosekuriti dengan baik.

Tantangan di Indonesia terkait lokasi peternakan adalah kecinderungan untuk memelihara berdekatan antara 1 farm dengan lainnya. Pada area yang padat penduduk dan padat peternakan seperti ini, seharusnya up grade praktek manajemen yang sederhana harus dilakukan untuk membantu meningkatkan produktivitas dan kesehatan ternak babi ini.

Walaupun mungkin kapasitas kandang tidak banyak, tetapi seharusnya ternak kita juga mendapatkan perlakuan yang baik agar nantinya juga bisa memberikan hasil yang optimal. Jangan sampai peternakan kita mengalami gangguan yang mengakibatkan usaha kita rugi karena kelalaian kita dalam memelihara ternak yang asal-asalan.

Berikut adalah kondisi minimal yang idealnya terpenuhi untuk kandang pemeliharaan ternak babi, 1.) pagar keliling dengan atap yang baik untuk melindungi dari sinar matahari langsung atau cuaca dingin ekstrem, babi juga diberikan pakan dengan nutrisi yang baik dan praktek program kesehatan yang sesuai tantangan di kandang 2.) kandang sederhana setengah tertutup terbuat dari kayu dengan atap jerami dan lantai beton/tanah sudah cukup untuk memberikan kenyamanan ternak asal kebersihan dan sanitasinya terjaga 3.) jika kita memelihara di lingkungan yang panas, tempat berkubang mungkin bisa ditambahkan untuk memberikan suasana kandang mirip dengan habitat di alam, dimana babi bisa menurunkan suhu tubuhnya.

Penulis : drh Bintang Mas Kamdoro – Managemen SDM ADHMI

(sumber :https://rumahternak.com/2022/10/03/peternakan-babi-ideal/)

Biosekuriti di Era New Normal

Biosekuriti adalah pendekatan strategis dan terintegrasi yang mencakup kerangka kebijakan dan peraturan untuk menganalisis dan mengelola resiko yang relevan terhadap kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan, serta kesehatan dan lingkungan. Biosekuriti meliputi keamanan pangan, zoonosis, dan pengenalan penyakit serta hama hewan dan tumbuhan, pengenalan dan evaluasi hasil modifikasi organisme hidup (living modified organisms – LMOs) dan produknya (genetik organisme yang dimodifikasi atau genetically modified organisms – GMOs), dan managemen pengelolaan terhadap spesies asing.

Biosekuriti adalah konsep holistik yang memiliki relevansi langsung, keberlanjutan dan secara luas meliputi beraneka ragam aspek dalam kesehatan masyarakat dan perlindungan lingkungan, termasuk keanekaragaman hayati. Goal dari biosekuriti secara luas meliputi human life and health (manusia, termasuk keamanan pangan), animal life and health (hewan, termasuk ikan), plant life (tanaman, termasuk hutan), dan environmental protection (lingkungan).

Dalam dunia peternakan, penyakit dapat ditularkan melalui paparan hewan ke hewan, kendaraan, peralatan, pakaian, dan sepatu pengunjung atau karyawan yang pernah kontak dengan kawanan, kontak dengan hewan lain (kuda, anjing, kucing, satwa liar, hewan pengerat, burung, serangga), dan kontaminan yang lainnya termasuk makanan dan pengelolaan kotoran. Pencegahan penyebaran penyakit infeksi di peternakan dan lingkungannya dilakukan dengan menggunakan tindakan biosekuriti yang meliputi kondisi higienis dan iklim pemeliharaan ternak, perawatan, nutrisi, surveilans, regenerasi dan penularan penyakit, pengendalian wabah, perawatan peralatan dan proses produksi.

Diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap kondisi lingkungan dan sejarah kasus penyakit untuk memetakan tantangan, menganalisa serta menyusun strategi yang sesuai agar usaha peternakan kita menguntungkan. Oleh karena itu, dalam perencanaan program biosekuriti umumnya meliputi kondisi aktual berdasarkan data rekording yang baik, isolasi peternakan (keseluruhan atau individu, termasuk ternak baru dalam kawanan), status kesehatan ternak, evaluasi peralatan kandang dan pegawai, pengendalian lalu lintas (manusia, sumber air dan pakan, pupuk kandang, dan kendaraan, penanganan bangkai), lokasi (kemungkinan kontak dengan hewan liar dan hewan pengerat, burung) serta sanitasi.

Terlepas ada tidaknya program vaksinasi dalam menjalankan usaha peternakan, program biosekuriti menjadi komponen penting untuk mencegah penularan penyakit. Peternakan yang menjalankan manajemen dengan baik dengan didukung program biosekuriti dan vaksinasi yang sesuai dengan tantangan lapangan mempunyai resiko yang lebih kecil terhadap kejadian penyakit. Terkait dengan penyakit yang sudah ada vaksinnya, peternak idealnya bisa memaksimalkan imunitas dengan melakukan program vaksinasi. Vaksinasi tentunya tidak menjamin ternak kita aman dari serangan penyakit, akan tetapi dengan vaksinasi kita meminimalkan resiko ternak kita dari kerugian yang parah jika sampai ada outbreak penyakit. Akan tetapi, jika terjadi wabah dimana belum ditemukan vaksin seperti halnya African Swine Fever (ASF) saat ini maka menajemen dan biosekuriti menjadi tumpuan dalam menghadapi resiko serangan penyakit tersebut.

Contoh biosekuriti di negara eropa terkait pengendalian ASF adalah pembuatan pagar sebagai barrier fisik untuk mencegah ternak berinteraksi dengan babi hutan/liar dan hewan liar lainnya, pelarangan praktek swill feeding di peternakan babi, kontrol lalu lintas kendaraan dan manusia dengan menempatkan rambu-rambu dilarang masuk/biosecurity allert di pintu masuk lokasi kandang. Pengendalian hewan liar seperti anjing, kucing, burung dan hama (tikus, lalat, nyamuk, serangga) juga menjadi bagian penting dalam program biosekuriti karena bisa jadi vektor penularan penyakit.

Terkait praktek biosekuriti di peternakan babi, Johnna S. Seaman dan Thomas J. Fangman dari Departemen Kedokteran Hewan Universitas Missouri menyampaikan bahwa pengendalian penyakit adalah bagian yang paling menantang bagi produsen/peternak dan dokter hewan. Biosekuriti sering dianggap sebagai upaya menjauhkan penyakit dari kawanan babi. Hal ini menurut saya mungkin benar jika kita mengacu pada kasus ASF, dimana kita tidak ingin ternak kita yang masih “bersih” dari ASF akhirnya terpapar dan berakibat kematian karena ternak kita belum memiliki imunitas terhadap ASF.

Dalam konteks penyakit yang sudah ada di lingkungan kandang, program biosekuriti ini lebih ditujukan untuk mencegah patogen tersebut menginfeksi ternak atau jika sampai terinfeksi kejadiannya tidak menular ke kawanan ternak yang lainnya sehingga meminimalkan resiko kerugian. Mengapa demikian? Karena pada kenyataannya, proses mengeliminasi/menghilangkan patogen dalam suatu kandang bukanlah pekerjaan mudah karena faktor alami keberadaan patogen, kondisi endemik suatu kawasan, dan adanya populasi ternak itu sendiri sebagai target dari patogen tersebut. Jika suatu kandang terpapar ASF maka tindakan yang idealnya dilakukan adalah depopulasi karena vaksin yang baik dan aman sampai saat ini belum tersedia di Indonesia. Proses yang harusnya dilakukan  adalah  mengosongkan kandang, proses sanitasi dan desinfeksi, serta istirahat kandang yang relatif lama untuk memastikan virus ASF sudah tidak terdeteksi lagi (dikonfirmasi dengan uji lab), baru kemudian memulai proses repopulasi dengan serangkaian uji laboratorium juga dalam monitoringnya.

Dalam menjalankan usaha peternakan, dengan program biosekuriti yang baik yang didukung dengan managemen pemeliharaan dan program vaksinasi/medikasi yang baik maka hasil yang optimal dapat dicapai dengan meminimalkan efek negatif penyakit dan pencapaian produktivitas yang tinggi. Prinsipnya adalah bagaimana kita menekan kasus reproduksi di breeding seperti kawin berulang, aborsi, mummifikasi, lahir lemah/mati sehingga jumlah anakan yang dihasilkan induk banyak serta bagaimana kita menekan deplesi (kematian dan culling) di anakan di fase menyusui dan sapihan sehingga angka panen juga tinggi. Paparan patogen yang minimum ini adalah tujuan dari program biosekuriti di peternakan sehingga penghasilan peternak bisa optimal. Di masa sekarang ini, biosekuriti juga dimaksudkan untuk mengurangi penggunaan antibiotik di peternakan sehingga mengurangi resiko resistensi antibiotik pada manusia.

Elemen biosekuriti seharusnya mencakup :

  1. Pembersihan semua ruangan secara menyeluruh dengan mesin bertekanan tinggi dan desinfektan berspektrum luas.
  2. Konstruksi bangunan kandang yang optimal untuk menghindari kontak fisik atau udara bersama di antara kelompok umur babi yang dipelihara.
  3. Jika dalam kandang terdapat banyak ruangan/pen dan populasi babi dari berbagai umur, maka harus diatur urutan pemelihaannya sehingga babi dengan status kesehatan tertinggi (biasanya babi yang lebih muda) harus ditangani terlebih dahulu. Lalu lintas pekerja juga kandang diatur jika dia harus memelihara beberapa kelompok umur.
  4. Pekerja sebelum masuk ke area kandang idealnya harus mandi dan selalu mengenakan pakaian bersih dan alas kaki/sepatu bot khusus untuk aktifitas di dalam kandang serta lakukan pembersihan dan sanitasi pakaian/sepatu bot tersebut dengan baik.
  5. Bangunan kandang harus tahan terhadap hewan pengerat dan lakukan pembasmian/kontrol hama dengan baik
  6. Kendaraan tidak boleh memasuki lokasi kecuali telah dibersihkan dan di desinfeksi.
  7. Tempatkan hewan mati di luar (tempat penampungan khusus) untuk kemudian dipindahkan atau dikuburkan.
  8. Sediakan tempat untuk fasilitas pemuatan saat panen diluar area sekitar kandang – akan lebih baik jika lokasinya agak jauh sehingga tidak ada mobil panen yang masuk dalam lokasi kandang
  9. Minimalkan jumlah pengunjung, dan minta mereka mengenakan pakaian dan sepatu bot yang bersih yang disediakan khusus untuk tamu.
  10. Pasang pagar pembatas di sekitar kandang untuk mencegah kontak yang tidak diinginkan dari orang, hewan peliharaan, dan hewan liar.

Berikut adalah contoh aplikasi biosekuriti yang bisa menjadi referensi :

Lokasi. Kawanan babi idealnya harus ditempatkan sejauh mungkin dari kawanan babi yang lain (jarak antar lokasi peternakan yang ideal 1,5 mil). Selain itu, perhatian juga harus diberikan terhadap arah angin dan keberadaan babi hutan/satwa liar lain. Beberapa penyakit dapat menyebar melalui udara, seperti Porcine Reproductive and Respiratory Syndrome (PRRS) dan Enzootic Pneumonia (Mycoplasma hyopneumoniae). Jika dalam lokasi peternakan terdapat hewan atau ternak lain, maka fasilitas ternak babi harus ditempatkan setidaknya 100 yard dari hewan lain. Jarak bangunan kandang dalam 1 lokasi peternakan yang sama sebaiknya sekitar 50 yard.

Bangunan idealnya harus terletak setidaknya 100 yard dari jalan umum terutama jika ada lalu lintas/transportasi babi di jalan tersebut untuk meminimalkan paparan. Pagar/pembatas kandang juga idealnya harus dibuat mengelilingi lokasi peternakan untuk menjaga lalu lintas dan interaksi hewan liar/manusia yang tidak berkepentingan. Selain itu, pintu masuk harus dipagari dan dikunci serta memiliki tanda peringatan bahwa peternakan kita memiliki kebijakan biosekuriti.

Orang. Kantor dan pintu masuk utama peternakan sebaiknya terletak di dekat pagar/perimeter dan sebaiknya memiliki dapur umum sehingga karyawan dapat makan tanpa harus meninggalkan fasilitas selama hari kerja. Pekerja kandang tidak boleh tinggal di lokasi peternakan babi lain atau bersentuhan dengan babi di luar peternakan tempat mereka bekerja. Sangat disarankan juga untuk menempatkan orang khusus untuk mengawasi lalu lintas orang dan kendaraan dalam aktivitas di peternakan. Jika ada tamu/dokter hewan yang harus masuk ke lokasi kandang, harus dipastikan tidak boleh ada kontak dengan babi setidaknya selama 24 jam sebelum tiba di kandang kita. Buku tamu pengunjung penting untuk menyimpan catatan siapa saja yang telah melakukan kontak dengan ternak kita sehingga jika ada penyakit muncul, dimungkinkan untuk melakukan evaluasi dari mana patogen itu berasal.

Pintu harus senantiasa ditutup terutama saat karyawan tidak berada di lokasi, dan selain itu juga bisa berfungsi sebagai penghalang masuknya hewan liar ke dalam lokasi kandang. Semua karyawan dan pengunjung harus mandi sebelum memasuki fasilitas peternakan dan berganti seragam/baju dan alas kaki khusus untuk aktifitas di dalam kandang. Setelah selesai, segera bersihkan alas kaki dan baju kemudian dicuci. Pekerjaan harian harus diselesaikan dalam urutan status kesehatan tertinggi ke status kesehatan terendah untuk mencegah penyebaran patogen dari kawanan ternak ke babi yang lebih muda/rentan.

Pig Flow. Babi idealnya dipindahkan secara all-in/all-out (AIAO), artinya konsep memindahkan babi dengan usia sama pada waktu yang bersamaan juga. Hal ini bertujuan untuk menghindari resiko penularan penyakit dari babi yang lebih tua ke muda, selain itu hal ini juga bisa meningkatkan efisiensi pakan. Sering kali peternak “meninggalkan” babi yang pertumbuhannya lambat ke kelompok yang lebih kecil. Praktek ini sebaiknya dihindari karena ketika suatu kelompok dipindahkan dari fasilitas manapun, area yang ditinggalkan tersebut perlu dibersihkan, dicuci dan di desinfeksi dengan benar (minimal 6-8 jam sebelum kembali diisi hewan baru flok selanjutnya). Jika kandang yang akan dipakai tidak ada perlakuan dan masih ada kelompok umur yang lain tersisa disitu, maka resiko kejadian penyakit akan lebih tinggi.

Pengelompokan untuk anak babi yang baru lahir, sapihan, grower, finisher perlu ditempatkan secara terpisah karena tingkat kesehatan dan biosekuriti yang berbeda untuk setiap kelompok umur. Sering ditemukan bahwa agen penyakit mungkin tidak menyebabkan sakit pada satu kelompok usia, tetapi sangat patogen bagi kelompok lain karena perbedaan status imunitas. Untuk pemeliharaan di kandang melahirkan (farrowing house), sebaiknya batasi akses orang yang tidak berkepentingan dan tempatkan indukan bunting yang prediksi kelahirannya berada dalam interval dibawah 14 hari. Karena perbedaan status kekebalan dan paparan patogen, sekali lagi sebaiknya jangan mencampur babi dari  kelompok/peternakan yang berbeda dan jika ada babi mati harus segera disingkirkan untuk menghindari cemaran, hewan liar ataupun lalat.

Fasilitas. Semua bangunan, terutama bangunan berventilasi alami/kandang terbuka, harus memiliki sekat/barrier untuk mencegah masuknya serangga, burung, dan hewan peliharaan atau hewan liar. Selalu jaga kebersihan agar lalat, tikus dan hewan pengerat lainnya tidak memiliki akses ke lokasi pakan atau air. Lakukan pembersihan untuk menghilangkan bahan organik yang dapat menghambat kerja sebagian besar disinfektan. Pencucian dengan air panas adalah cara yang baik untuk menjaga kebersihan fasilitas, penggunaan deterjen dan desinfektan akan semakin mengurangi kemungkinan patogen bertahan hidup di dalam lokasi peternakan.

Usahakan untuk memilih bahan kandang yang tahan lama dan mudah dicuci. Jika kita menggunakan peralatan bekas pakai sebaiknya didesinfeksi dahulu sebelum memasuki fasilitas. Pastikan kita mempunyai protokol biosekuriti yang baik dan dipahami oleh semua personel di dalam lokasi peternakan kita. Footbath/celup kaki dengan desintektan idealnya ditempatkan di pintu masuk setiap ruangan sehingga meminimalkan resiko penularan jika kondisi karyawan kita terpaksa harus memelihara lebih dari satu kelompok umur babi, dan lakukan penggantian larutan desinfektan tersebut secara teratur.

Fasilitas bongkar muat/panen. Fasilitas ini sebaiknya terletak di luar kandang sehingga kendaraan tidak masuk ke dalam lokasi peternakan. Jika memungkinkan, fasilitas ini bisa berada minimal satu mil dari kandang dengan jalan yang hanya bisa diakses terbatas. Hal ini mungkin memerlukan investasi kendaraan pengangkut dan lokasi meeting point untuk pemindahan ternak, akan tetapi kita lebih aman karena akses ke lokasi peternakan kita bisa minimal. Kendaraan untuk aktifitas transportasi ternak harus dicuci dan didesinfeksi terlebih dahulu untuk meminimalkan resiko.

Jika lokasi panen masih di lokasi kandang, pastikan kita mengantisipasi resiko kontaknya. Selain kendaraan, sopir / orang luar yang terlibat dalam proses transportasi ternak ini harus mengenakan pakaian yang bersih dan sepatu bot serta tidak boleh memasuki area dalam kandang. Jadi karena fase panen ini relatif beresiko, maka idealnya kita harus melakukan proses panen dengan meminimalkan kontak antara pegawai kandang dan orang luar. Fasilitas pemuatan harus dicuci dan didisinfeksi segera setelah digunakan, dan pastikan aliran airnya tidak mengarah masuk kembali ke lokasi kandang. Setelah aktifitas panen ini, jika pekerja akan kembali beraktifitas di dalam kandang sangat diwajibkan untuk mandi dan ganti baju dahulu.

Babi sakit/mati. Pisahkan babi yang sakit dengan membuat kandang isolasi untuk meminimalkan kontak dengan kawanan lainnya. Jika ada masalah penyakit dalam kawanan, pemeriksaan postmortem dan uji laboratorium sangat bermanfaat dalam memberikan informasi status kesehatan ternak kita. Dalam menjalankan usaha peternakan, tentunya kita akan dihadapkan dengan resiko kematian ternak entah karena kesalahan managemen ataupun penyakit. Oleh karena itu, kita seharusnya mempunyai tempat khusus untuk menangani masalah ini.

Metode pembuangan bangkai hewan yang diterapkan harus seminimal mungkin mencemari lingkungan kandang untuk menjamin kesehatan ternak kita (dikubur, dibakar, atau menggunakan jasa dari luar). Pastikan hewan pengerat dan lalat ataupun hewan lain tidak memiliki akses ke babi mati karena dikhawatirkan akan membawa agen penyakit kembali ke dalam lokasi kandang.

Pakan dan pengolahan limbah. Gudang pakan jika memungkinkan harus ditempatkan diluar lokasi kandang untuk mengurangi resiko kontaminasi dari truk dari luar/transportasi pengangkut bahan baku pakan. Investasi kendaraan khusus pengangkut pakan ke lokasi farm bisa dipertimbangkan. Pelaksanaan pengiriman pakan bisa dikondisikan dilakukan pagi hari setelah dibersihkan hari sebelumnya (dicuci pada sore/malam setelah aktifitas kandang selesai). Pembuangan limbah feses di kandang juga penting. Feses bisa ditampung di lokasi khusus untuk kemudian diolah menjadi pupuk. Pastikan peralatan yang dipakai tidak dicampur dengan peralatan yang dipakai dalam aktifitas di dalam kandang untuk mengurangi resiko pencemaran.

Ternak. Jika kita mempertimbangkan untuk membeli bibit/anakan dari luar, maka harus dipastikan berasal dari satu sumber yang terpercaya dan jelas status kesehatannya. Kandang breeding memiliki level biosekuriti dan tingkat kesehatan paling tinggi karena merupakan “mesin” uang para peternak agar bisa menghasilkan anakan yang banyak tanpa gangguan penyakit. Oleh karena itu, sangatlah disarankan untuk melakukan proses karantina dan aklimatisasi dahulu minimal 60 hari terhadap calon indukan yang akan dimasukkan ke dalam breeding. Untuk memastikan status kesehatannya, maka calon induk biasanya akan dimonitor tanda-tanda klinis, di uji laboratorium (Elisa dan PCR), cek parasit dan pemberian obat cacing serta disiapkan imunitasnya dengan program vaksinasi yang sesuai dengan tantangan penyakit yang sudah teridentifikasi di kandang.

Beberapa peternak yang sudah berpengalaman terkandang juga “mengenalkan” patogen ke hewan baru dengan menggunakan feses/gerusan organ (feedback) atau mencampurkan dengan indukan/babi yang akan diafkir. Jika kita menggunakan inseminasi buatan dan membeli semen dari sumber luar kita juga harus memastikan sumbernya dari farm yang sehat untuk mengurangi resiko penularan penyakit yang berpotensi menimbulkan mengganggu reproduksi breeding kita. Biosekuriti untuk babi pejantan penerapannya hampir sama dengan program biosekuriti unit produksi, termasuk proses isolasi dan aklimatisasi.

Demikianlah uraian mengenai tindakan biosekuriti yang penting untuk diterapkan dalam usaha peternakan kita. Uraian diatas adalah contoh aplikasi yang bisa dilakukan di peternakan babi, silahkan bisa di modifikasi dan disesuaikan dengan kondisi di lapangan untuk mendapatkan hasil yang terbaik.

 

Penulis : drh Bintang Mas Kamdoro – Managemen SDM ADHMI

(sumber : https://rumahternak.com/2021/02/13/biosekuriti-di-era-new-normal/)