Penyakit Mulut dan Kuku pada Babi

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) adalah penyakit virus yang sangat menular. Ini adalah penyakit hewan lintas batas atau transboundary animal disease (TAD) yang sangat mempengaruhi produksi ternak dan mengganggu perdagangan hewan dan produk hewan regional dan internasional. Penyakit ini diperkirakan beredar di 77% dari populasi ternak global, di Afrika, Timur Tengah dan Asia, serta di daerah terbatas di Amerika Selatan.

Sepert halnya pada sapi, gejala PMK yang mirip juga teramati pada babi, yaitu ditandai dengan vesikel pada kaki, moncong, dan mulut. Berbagai macam hewan liar dan domestik, terutama mamalia berkaki terbelah, rentan terhadap PMK. Kuda adalah hewan yang resisten terhadap PMK sehingga ini bisa menjadi acuan dalam diagnosa penyakit. Di negara-negara di mana PMK terjadi secara endemik dan populasi babi relatif banyak, maka babi juga beresiko terinfeksi. Semua kelompok umur rentan.

Jika kita melihat sejarah, PMK ini sudah teramati tahun 1546. PMK menyebabkan kerugian besar pada ternak di seluruh dunia, bukan karena jumlah kematian yang terjadi tetapi lebih kepada hilangnya produktivitas ternak. Negara yang terjangkit PMK, akan mengalami embargo ekspor karena produk yang dihasilkan umumnya akan ditolak. Upaya pembebasan terhadap status PMK juga tidak murah, depopulasi seluruh ternak yang bertujuan untuk menghambat penularan secara tidak langsung juga menghancurkan industri babi di negara-negara ini.

Terkait ternak babi, kejadian penyakit vesikular tidak bisa disimpulkan langsung sebagai PMK. Lesi vesikular ini harus dikonfirmasi dengan uji laboratorium karena kemiripan yang ada. Babi perlu mendapatkan perhatian khusus karena mereka lebih rentan terhadap penyakit vesikular daripada spesies ternak lainnya. Selain itu, babi juga bisa berperan dalam penyebaran PMK dengan memproduksi aerosol virus dalam jumlah yang besar.

Apa penyebab dari PMK? Aphthovirus dari keluarga Picornaviridae adalah agen penyakit yang menyebabkan PMK. Setidaknya ada 7 jenis virus yang berbeda secara imunologis, yaitu A, O, C, South African Territory (SAT) 1, 2, 3 dan Asian 1. Lebih dari 60 subtipe virus PMK telah diidentifikasi dan subtipe baru terus berkembang dengan perbedaan antigenik. Hal ini membuat kita untuk terus mengupdate ketersediaan vaksin yang sesuai untuk pengendaliannya. Variasi antigenik virus dan perlindungan silang yang terbatas di antara galur-galur ini mengharuskan kita untuk mempunyai varian vaksin yang beragam, dimana pemilihannya tergantung tantangan yang muncul dilapangan. Vaksin tunggal hampir mustahil mampu melindungi maksimal terhadap semua galur. Oleh karena itu, peran biosekuriti harus dioptimalkan. Disinfektan yang bisa dipilih untuk melawan virus PMK dengan efektif antara lain termasuk natrium hidroksida, asam asetat, atau natrium karbonat.

Penularan virus PMK ini bisa terjadi melalui aerosol pernapasan dan kontak langsung atau tidak langsung dengan hewan yang terinfeksi. Pada kondisi tertentu, penularan secara aerosol bisa terjadi sejauh 30 mil atau sekitar 48 km. Babi yang terinfeksi adalah penyebar virus yang luar biasa, bahkan mereka mampu menghasilkan virus aerosol dengan konsentrasi yang berkali-kali lebih besar daripada sapi atau domba. Babi juga disebut sebagai “amplifier host/hospes penguat” untuk kejadian PMK.

Babi yang terinfeksi mampu menyebarkan virus dalam ekskresi dan sekresinya. Virus PMK juga bertahan untuk jangka waktu yang lama dalam produk daging beku sehingga cukup beresiko terutama jika dikaitkan dengan swill feeding. Konsumsi pakan dari produk asal babi/sisa makanan mentah yang mengandung daging yang terkontaminasi dapat menularkan virus ke ternak dalam waktu yang relatif singkat. Manusia juga bisa menjadi vektor penyebaran sehingga sangat penting untuk menerapkan biosekuriti yang baik.

Catatan penting yang harus kita sadari adalah secara umum ternak ada kemungkinan pulih dari PMK. Ternak yang sembuh ini akan menjadi carrier/pembawa penyakit selama berminggu-minggu, berbulan-bulan dan bahkan bertahun-tahun. Hati-hati, karena hewan carrier ini berpotensi menyebarkan virus dan menjadi penyebab munculnya wabah PMK baru. Namun demikian, ternak babi diyakini bukan merupakan agen pembawa virus PMK dalam jangka panjang.

Proses penularan PMK diawali dengan adanya virus yang menempel pada mukosa saluran pernapasan. Makrofag kemudian membawa virus ke epitel, mukosa dan miokardium untuk bereplikasi atau memperbanyak diri sehingga terjadi viremia. Dalam beberapa hari kemudian, vesikel akan berkembang pada moncong, mulut, lidah, dan terutama kaki. Infeksi sekunder bisa terjadi pada kaki beberapa babi dan menyebabkan kepincangan kronis.

Pada sapi, virus PMK juga mempengaruhi epitel kelenjar susu sehingga air susu yang dihasilkan bisa menjadi sumber penularan dalam waktu yang lama. Meskipun belum terbukti, kejadian serupa mungkin saja terjadi pada babi. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan hal ini.

Gambar diatas memperlihatkan kondisi jantung babi dengan miokarditis yang disebabkan oleh virus PMK. Otot jantung nampak pucat multifokal baik pada vetrikel kanan maupun kiri. Virus PMK ini sering menyebabkan terjadinya nekrosis atau kematian jaringan pada miokardium yang cukup parah pada anak babi yang baru lahir atau babi umur muda. Hal ini akan mengakibatkan kematian mendadak akibat gagal jantung. Miokardium yang berbintik-bintik membentuk garis ini disebut dengan lesi tiger heart yang cukup berguna dalam proses diagnosa PMK.

Lalu bagaimana tanda-tanda klinis PMK? Bahaya dari virus PMK ini adalah ternak yang tampak sehat bisa saja sudah terpapar tanpa ada gejala yang signifikan. Masa inkubasi 1-5 hari ini terkadang terlambat memberikan signal kepada kita. Ketimpangan sering kali merupakan tanda pertama yang harus diperhatikan yang diikuti dengan kenaikan suhu tubuh akut. Tanda yang umum untuk kasus PMK adalah slobbering dan chomping atau berliur dan gerakan mengunyah. Depresi, kuku lepas dan peningkatan kematian pada anak babi yang masih menyusu juga harus diwaspadai.

Babi bunting dapat terjadi keguguran atau melahirkan anak babi yang lahir mati dan terinfeksi. Kematian mendadak dapat terjadi pada babi yang baru lahir, terkadang sebelum tanda atau lesi terlihat pada babi tersebut. Tahap awal lesi akan tampak pucat dan kecil pada kulit moncong, jaringan lunak kaki, dan mungkin puting susu induk babi yang menyusui. Pada saat gejala klinis mulai nampak, biasanya vesikel atau bula kulit akan teramati. Tanda-tanda berkembang dengan cepat dan morbiditas meningkat dengan cepat. Mortalitas biasanya kurang dari 5% tetapi dapat terjadi kematian yang lebih tinggi pada babi muda.

Pada gambar diatas menunjukkan perkembangan lesi pada kaki babi yang terinfeksi PMK strain Cruzeiro A24 pada 2 hari setelah infeksi (dpi) dan 24 hari setelah infeksi (dpi) dengan inokulasi intraorofaringeal. Gambar A adalah kondisi lesi vesikuler pada 2 dpi dimana epitel menjadi pucat dan meluas ke bola tumit dan kulit interdigitalis dengan demarkasi yang jelas dari kulit normal. Gambar B adalah kondisi saat 24 dpi dimana jaringan parut diskeratosis proliferatif telah menggantikan lapisan epitel yang mengelupas.

Vesikel dan bula berkembang di moncong, di belakang tepi moncong, di nares, di lidah dan bibir, dan pada jaringan lunak kaki. Lesi pada kaki ini lebih sering terjadi, mengakibatkan pengelupasan kuku dan pincang. Lesi jarang terjadi pada vulva, puting susu induk babi, atau skrotum babi jantan. Vesikel biasanya pecah dalam 24 jam dan epidermis superfisial mengelupas untuk menunjukkan hiperemia dan perdarahan pada jaringan di bawahnya. Lesi tanpa komplikasi umumnya sembuh dalam 2 minggu. Kejadian PMK yang parah terutama pada babi muda bisa terlihat area nekrosis miokard yang luas dan berbintik-bintik.

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, babi cukup rentan dengan penyakit vesikuler lain yang sulit dibedakan dengan PMK. Oleh karena itu, diagnosa pada babi tidak dapat hanya dengan melihat tanda-tanda klinis dan lesi yang nampak karena gambarannya sangat mirip. Diagnosis banding penyakit virus vesikular pada babi idealnya harus dilakukan uji laboratorium.

Teknik diagnostik yang digunakan meliputi uji serologis untuk mengidentifikasi virus infection-associated antigen (VIA), complement fixation (CF) and enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Selain itu juga test viral antigen, virus isolation (VI) and neutralization (VN), electron microscope (EM) dan studi inokulasi hewan. Uji Polymerase chain reaction (PCR) juga telah dikembangkan dan sering digunakan.

Tidak ada obat untuk PMK.  Deteksi dini dan pemberian support terapi yang didukung biosekuriti yang ketat menjadi hal yang harus dilakukan. Upaya pencegahan PMK tergantung pada kebijakan masing-masing negara. Umumnya peraturan dibuat terkait biosekuriti, yaitu mengatur impor hewan, produk hewani, semen, embrio, dan peraturan yang terkait dengan keamanan vaksin dan produk biologis lainnya. Di negara-negara yang positif PMK, program vaksin secara kontinyu digunakan untuk upaya pencegahan. Selain itu, pengendalian juga bisa dilakukan dengan pengawasan lalu lintas ternak dan proses penyembelihan hewan terinfeksi diikuti dengan penguburan atau pembakaran hewan dan desinfeksi tempat produksi.

Apa strategi yang dilakukan untuk negara yang masih bebas PMK? Tindakan yang harus diupayakan negara-negara yang bebas PMK adalah dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan nasional yang ditegakkan secara ketat. Kontrol atas impor hewan berkuku terbelah dan daging dari hewan harus jelas (country base vs zona base). Virus dapat bertahan di sumsum tulang dan kelenjar getah bening dari bangkai yang terinfeksi selama beberapa minggu. Jika penyakit masuk ke daerah bebas, idealnya kebijakan pemotongan paksa/depopulasi harus diterapkan, semua hewan yang sakit dan kontak disembelih. Lockdown pergerakan hewan diberlakukan dan penelusuran dilakukan untuk memeriksa kemungkinan penyebaran penyakit melalui kontak sebelumnya. Vaksinasi juga dapat digunakan di sekitar wilayah yang terkena agar resiko penyebaran bisa diminimalisir.

Jika peternakan kita berada di zona beresiko PMK, maka kita harus mengambil tindakan pencegahan yang ketat terhadap kontaminasi kawanan ternak. Tantangan terbesar adalah penularan via udara. Babi yang terinfeksi dapat menghasilkan sejumlah besar virus infektif sebagai aerosol. Dalam cuaca kering ketika ada panas yang kuat, virus aerosol dengan cepat dinonaktifkan sehingga angin tidak membawa aerosol infektif terlalu jauh. Jika vaksinasi diizinkan dan kawanan babi berada di daerah berisiko tinggi, sebaiknya kita mempertimbangkan untuk melaksanakan vaksinasi rutin.

Berikut adalah langkah-langkah biosekuriti dasar yang dapat membantu meminimalkan penyebaran penyakit : standarisasi pig flow management, batasi lalu lintas orang dan kendaraan yang berpotensi menjadi sumber penularan, batasi pengunjung ke peternakan atau sediakan sepatu bot serta pakaian khusus sebelum masuk lokasi kandang, sediakan bilik untuk mandi atau minimal cuci tangan, tempatkan foot dips di semua akses penting dengan menggunakan disinfektan. Selalu monitor semua prosedur pembersihan dan desinfeksi, pastikan kendaraan sudah dibersihkan dan didesinfeksi sebelum masuk lokasi peternakan. Lakukan tindakan pencegahan khusus saat pengiriman pakan ataupun saat memuat ternak dengan desinfeksi di semua area pemuatan sebelum dan sesudah digunakan, periksa drainase peternakan dan bersihkan secara menyeluruh.

Setelah kandang dikosongkan, protokol untuk repopulasi dimulai dengan membersihkan fasilitas kandang. Lakukan pembersihan kotoran dan pupuk kandang di semua area menggunakan sapu/sikat lalu semprot dengan air bertekanan rendah dan dilanjutkan dengan tekanan tinggi (750 psi – 2.000 psi) untuk menghilangkan semua kotoran dan bahan organik. Semprotkan pada langit-langit terlebih dahulu, lalu dinding dan terakhir lantai dengan ukuran nozel yang memungkinkan untuk mencuci area yang sulit dijangkau. Bilas semua permukaan untuk menghilangkan akumulasi bahan organik, deterjen bisa menjadi pilihan yang ekonomis. Setelah pembersihan selesai, lakukan proses desinfeksi menyeluruh. Ingat desinfekan akan bekerja optimal pada permukaan yang sudah bersih dari bahan-bahan organik dan juga paling baik dilakukan pada suhu di atas 18°C ​​(65°F), tetapi tidak di atas 43°C (110°F). Aplikasi desinfeksi secara kabut atau aerosol adalah alternatif yang bisa dilakukan untuk lebih menjangkau area yang sulit. Setelah proses desinfeksi selesai, biarkan mengering dan kosongkan area selama beberapa waktu sebelum diisi ternak kembali.

Semoga bermanfaat…

 

Penulis : drh Bintang Mas Kamdoro – Managemen SDM ADHMI

(sumber :  https://rumahternak.com/2022/06/25/penyakit-mulut-dan-kuku-pada-babi/)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *