Tak dirasa, sudah lebih dari tiga tahun sejak penyakit African Swine Fever (Demam Babi Afrika) mewabah di negara kita Indonesia, bahkan tidak hanya di Indonesia tapi juga di banyak negara lain di dunia (di Afrika, Cina dan Eropa mulai mewabah kembali pada tahun 2018). Babi- babi terjangkit satu persatu dan mewabah di hampir semua wilayah Indonesia. Penularannya sangat cepat dan kasusnya tinggi, meskipun ada juga yang ditemukan kasus ringan dan tidak sampai menyebabkan kematian, namun sangat jarang terjadi.
Penularan bisa terjadi melalui kontak langsung maupun kontaminasi feses, cairan hidung, mulut, urine maupun sperma babi yang terinfeksi ASF, dapat juga melalui caplak Ornithodorus sp. dan vector mekanik lalat kandang (Stomoxys calcitrans)
Mortalitas sangat tinggi (60-100 %), morbiditasnya juga dapat mencapai 100 %
Menyerang babi semua usia, dan dapat ditularkan oleh vector lalat, tikus dan caplak pada babi (meskipun untuk wilayah Indonesia sendiri, caplak Ornithodorus sp. ini jarang atau hampir tidak dapat ditemukan)
Kerugian yang ditimbulkan oleh penyakit inipun sangat besar, terutama pada peternakan peternakan babi yang SOP biosecurity nya masih belum ketat.
Penyebab penyakit ini adalah large cytoplasmic linear enveloped double stranded virus DNA dari genus Asfivirus, ukuran 200nm, virus terdiri dari concentric layers : internal core – core shell – inner membrane – capsid dan external enveloped pada extracellular virion.
Virus ini mampu bertahan hidup dalam darah selama 18 bulan dan dalam daging dingin atau beku 15 minggu hingga bertahun tahun.
Virus dapat inaktif pada PH < 3,9 atau > 11,5 dalam medium bebas serum. Serum akan meningkatkan daya tahan virus, missal pada PH 13,4 resistensi bertahan 21 jam tanpa serum namun bisa bertahan 7 hari dengan serum
Virus juga dapat bertahan di kandang selama 1- 3 bulan.
Masa inkubasi virus ASF berkisar dari 5-15 hari. Umumnya penyakit ini ditandai dan diawali dengan adanya hilangnya nafsu makan dan babi nampak depresi, kemudian juga disertai demam pada babi 40 hingga 42∙ C, mata memerah dan hidung berair, terjadi konjungtivitis pada mata dan nampak iritasi babi mengalami lethargy dan sulit berdiri, muntah atau diare berdarah dan khas menciri adanya warna kebiruan pada hidung, telinga, ekor dan bagian dalam kaki. Babi bernafas berat dan dalam, perut kelihatan kempes cekung. Pada induk – induk yang bunting juga dijumpai adanya abortus.
Pada pemeriksaan patologi dijumpai adanya kebengkakan pada limpoglandula gastrohepatika dan limpa disertai warna kehitaman dan rapuh
Jika baru fase awal, umumnya penyakit ini sering dikelirukan dengan penyakit Classical Swine Fever (Hog Cholera). Untuk Classical Swine Fever / Hog Cholera (untuk selanjutnya akan kita sebut CSF), gejalanya memang mirip dengan ASF, dijumpai warna kebiruan pada telinga dan beberapa bagian tubuh babi, meskipun demikian virus ini beda dengan ASF.
CSF disebabkan oleh virus RNA genus Flavivirus, family Flaviviridae. Struktur virusnya tidak sekompleks virus ASF, hal ini juga yang mungkin menyebabkan untuk penyakit CSF relative lebih mudah dan lebih cepat dibuat vaksinnya dan cukup berhasil di lapangan, sementara untuk virus ASF, meskipun sudah ada yang berhasil membuat vaksinnya namun masih belum sukses 100 % dalam pencegahan penyakit ASF di lapangan.
Gejala umum pada babi babi yang terinfeksi CSF umumnya hampir sama dengan ASF, seperti adanya warna kebiruan (cyanosis) pada telinga atau bagian- bagian tubuh babi, babi nampak lesu dan tidak nafsu makan, terjadi lethargy dan diare kekuningan, pada induk juga disertai abortus dan yang paling menciri adalah adanya gejala syaraf yang muncul (adanya kejang atau paresis atau kadang dijumpai juga babi penderita CSF yang paddling / gerakan inkoordinasi kaki seperti mengayuh ).
Pertanyaan yang paling sering muncul adalah, “Jadi, bagaimana cara membedakan babi babi yang terinfeksi virus CSF dan babi babi yang terinfeksi virus ASF ?”
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penulis akan mencoba merangkum poin – poin penting differensiasi dari kedua penyakit tersebut dalam bentuk tabel dibawah ini supaya lebih mudah dipahami :
KETERANGAN | AFRICAN SWINE FEVER | CLASSICAL SWINE FEVER |
Penyebab | DNA virus, Pestivirus | RNA virus, Flavivirus |
Gangguan pencernaan diare | Dijumpai diare berdarah | Diare berwarna kekuningan, jarang dijumpai diare berdarah |
Gangguan syaraf | Tidak dijumpai gejala syaraf | Dijumpai adanya gejala syaraf |
Demikian poin-poin differensiasi untuk membedakan ASF dan CSF, untuk penegakan diagnosa yang lebih valid lagi tentunya dapat dilakukan dengan isolasi virus dan dilakukan identifikasi melalui metode PCR atau metode lab yang lainnya.
Dengan demikian maka sebagai peternak maupun dokter hewan yang mengampu Kesehatan hewan pada peternakan babi yang diduga terserang virus ASF (maupun CSF) dapat segera mengambil langkah bijak untuk mengatasi dan mencegah penyebaran penyakit tersebut.
Penulis : drh Antonia Agnes – Praktisi kesehatan hewan, Konsultan peternakan babi dan Wakil Ketua ADHMI